Metro, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta mengalihkan pencatatan piutang atas kewajiban kompensasi pelampauan koefisien lantai bangunan (KLB). Pencatatan sebelumnya dilakukan oleh Dinas Penataan Kota dan Lingkungan Hidup.

"Guna akuntabilitas maka pencatatan piutang dialihkan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu," kata Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup DKI Gamal Sinurat di Balai Kota DKI, Rabu, 16 Agustus 2017.

Gamal mengatakan, pengalihan pencatatan merupakan salah satu rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan. Menurut dia, pengalihan pencatatan juga sudah sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 210 Tahun 2016. Pergub itu ditandatangani dua hari sebelum mantan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, memasuki masa cuti pilkada, pada Oktober 2016.

Menurut Gamal, dokumen pengalihan pencatatan itu juga berisi perjanjian pemenuhan kewajiban antara Pemprov DKI dan pengembang. Hari ini, ada 9 dokumen dengan total nilai kompensasi Rp 2,3 triliun, yang diserahkan langsung oleh Sekretaris Daerah DKI kepada Kepala Dinas PMPTSP Edi Junaedi.


Baca juga: Ahok Sebut Simpang Susun Semanggi Jatah 'Preman', Apa Maksudnya?  


Dokumen pertama memuat perjanjian PT Mitra Panca Persada, dengan nilai kompensasi Rp 579 miliar dalam bentuk pembangunan simpang susun Semanggi.



Dokumen kedua adalah perjanjian PT Mulia Karya Gemilang dengan nilai kompensasi atau piutang mencapai Rp 213 miliar. Bentuk kompensasinya berupa 2 tower Rusun Daan Mogot dan RPTRA seluas 2.159 meter persegi di rusun tersebut.

Kemudian PT Sampoerna Land juga mengajukan KLB dan dikenai kewajiban membangun 3 tower Rusun Daan Mogot, rehabilitasi gedung sekretariat KPU, dan penataan Kota Tua senilai Rp 723 miliar.

Adapun bentuk kompensasi yang harus dibayarkan PT Singa Propertindo Haryono ialah dalam bentuk perbaikan interior Jakarta Creative Hub Gedung Jakarta UKM (Smesco), dan pekerjaan tata pamer dan pembangunan pintu masuk baru di sisi jalan pintu besar utara. Nilai kompensasinya mencapai Rp 20 miliar.

Dokumen kelima, PT Putragaya Wahana tercatat memiliki nilai kompensasi sebanyak Rp 264 miliar, dalam bentuk pembangunan 3 tower rusun di Pulogebang, dan rehabilitasi gedung eks Dinas Pekerjaan Umum dan eks gedung UPT Dana Bergulir Dinas KUMKMP.

Selanjutnya, PT Kepland Investama diwajibkan membangun 2 tower Rusun Daan Mogot, peningkatan jalan dan pedestrian Sudirman-Thamrin, dan pembangunan resto apung di kawasan Pelabuhan Muara Angke. Kewajiban tersebut memiliki nilai kompensasi Rp 551 miliar.

PT Mitra Pertala Perkasa juga dikenai kewajiban pengadaan dan pemeliharaan prasarana dan sarana kawasan Terminal Terpadu Pulo Gebang senilai Rp 9,7 miliar.

Sedangkan Rahadi Santoso dan Irma Rahadi Santoso memiliki kewajiban membangun pagar dan fasilitas pendukung di Lapangan Banteng, dengan nilai kompensasi Rp 8,9 miliar.

Dokumen terakhir memuat perjanjian PT Alfindo Mercu Estate untuk membangun fasilitas penunjang infrastruktur sistem pengolahan persampahan TPST Bantargebang, dengan nilai piutang Rp 4,5 miliar.

Saefullah menekankan bahwa nilai kompensasi atas pengajuan koefisien lantai bangunan pengembang tidak dalam bentuk uang tunai. "Tidak ada satu sen rupiah pun. Sarana prasarana diputuskan sesuai dengan kebutuhan mendesak dan paling dibutuhkan masyarakat," ujarnya.

FRISKI RIANA